Belakangan ini
Indonesia digoncang sengketa KPK VS Polisi, yang notabene merupakan simbolisasi
masih mengakarnya praktik mafia hukum di negeri ini. Sebagian orang menilai
kalau sengketa itu hanya merupakan keriuhan elit yang tidak berkorespondensi
dengan kesejahteraan rakyat kecil. Padahal kegagalan penyelesain sengketa itu
secara beradab akan berdampak secara tidak langsung dengan kesejahteraan buruh.
Sengketa antara
KPK VS Polisi adalah salah satu puncak ketidakpastian hukum. Celakanya
supremasi hukum merupakan salah satu pilar pertimbangan investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Pasalnya mafia hukum bukan sekedar mafia
kasus (markus), melainkan juga meliputi oknum-oknum internal kepolisian,
kejaksaan, pengadilan maupun KPK itu sendiri.
Markus hanya
bekerja bila pengusaha melakukan kesalahan-kesalahan pelik sehingga mesti
diselesaikan melalui jalur hukum formal. Tetapi okum aparat hukum ranahnya
lebih luas lagi. Mereka bukan sekedar mampu memperjualbelikan surat
pemanggilan, status tersangka atau mengungkit-ungkit permasalahan yang sudah
selesai. Mereka juga dapat berimajinasi tentang kasus-kasus yang bisa
ditimpakan pada para pengusaha, bahkan meskipun para pebisnis itu tidak
melakukan kesalahan apa-apa.