RUU PRT DI NEGERI PEMADAM KEBAKARAN


Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah fenomena gunung es. Tetapi pemerintah masih bertindak seperti pemadam kebakaran. Ketika api berkobar besar, baru tunggang-langgang. Padahal model penyelesaian kasus per kasus dan bersifat kuratif jelas tidak menyentuh akar persoalan.

Sementara persoalan PRT kian kompleks. Bicara PRT tidak lagi sekadar upah, jam kerja, cuti, perlindungan kesehatan, keagamaan, atau keselamatan kerja seperti buruh industri umumnya.  Lebih dari itu, bicara PRT adalah juga bicara hak bersosialisasi, hak terbebas dari tindak kekerasan, dan hak atas rasa aman.

Data Jala PRT mencatat, pada 2014  telah terjadi 408 kasus kekerasan terhadap PRT. Sebanyak 90 persen merupakan multikasus mulai dari kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan perdagangan manusia, dengan pelaku majikan dan agen penyalur. Ironisnya, kasus-kasus tersebut mayoritas mencuat setelah para korban dalam kondisi tragis.

Selain itu, rendahnya pengaturan hukum juga berdampak masih banyaknya PRT anak-anak. Beban ekonomi telah merampas hak mereka untuk menikmati masa tumbuh berkembang, bermain, belajar dan mendapatkan kasih sayang. Padahal, PRT adalah salah satu pekerjaan terburuk bagi anak berdasarkan UU NO. 1 Tahun 2000 tentang Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Dan tidak perlu riset khusus untuk mengetahui alasannya.