Usulan Ketua DPC PDI-P
Surabaya, Wisnu Sakti Buana, untuk memenangkan pasangan Tri Rismaharini - Wisnu
Sakti Buana dalam Pilwali Surabaya, membuat saya terhenyak. Pasalnya, Risma –Wisnu
diusulkan untuk menjadi calon tunggal. Alasannya, efisiensi uang negara sampai
Rp 71 Milyar.
Usulan Wisnu ini jelas menyalahi UU, di mana harus minimal ada
dua pasangan calon dalam pilkada. Persoalan Demokrasi Pancasila yang
mengedepankan musyawarah mufakat adalah aturan yang lebih tinggi dalam UU juga
benar, tetapi sebelum ada UU teknisnya, maka pelaksanaan pilkada tetap
dilaksanakan mengacu pada UU No. 8 Tahun 2015 yang telah ditandatangani Jokowi.
Daulat Parpol versus
Daulat Rakyat
Saya lebih ingin menelisik ikhwal Pilwali Surabaya ini
sebenarnya buat siapa? Buat rakyat atau buat parpol? Dalam konteks budgeting,
apa yang disampaikan tentu benar. Metode aklamasi ini akan menghemat anggaran.
Tapi di lain sisi, metode ini merupakan hegemoni parpol terhadap hak politik
rakyat. Hak politik rakyat diambil alih oleh parpol dengan alasan efisiensi.
Pimpinan parpol duduk satu meja kemudian memilih pemimpin Kota Surabaya.