Tan Malaka dan Koperasi


Seruan kaum murba untuk berkoperasi adalah salah satu gagasan Tan Malaka yang kurang terpublikasi. Gagasan ini tenggelam bukan hanya akibat lebih menggelorannya heroism Tan Malaka, tetapi di masa silam memang segala hal yang terkait Tan Malaka sulit berkecambah akibat stempel komunis dari orde baru.

Tan Malaka perdana bicara koperasi dalam SI Semarang dan Onderwijs (1921). Brosur yang mengulas sisik-melik pendidikan ala Sekolah Serikat Islam ini menyebut harapan Tan bahwa lulusan sekolah SI bisa menjadi pemimpin rakyat, salah satunya pemimpin koperasi. Badan usaha koperasi kembali disitir Tan dalam Menuju Republik Indonesia(1925). Tan menyeru agar Indonesia, ketika merdeka nanti, mendirikan koperasi-koperasi rakyat dengan bantuan kredit yang murah dari negara. Koperasi dan industri rakyat menjadi pokok pikiran ekonominya.  Karena Tan memprediksi jika negara justru mendukung perusahaan-perusahaan besar maka perekonomian rakyat akan tergerus.  
Hari ini kita bisa melihat kebenaran prediksi Tan Malaka ini. Ketika koperasi dan industri mikro, kecil dan menengah itu, kendati mayoritas, tetapi seolah-olah hanya menjadi pelengkap bagi perekonomian bangsa. Sekali investor mahakaya datang, yang juga didukung oleh negara, maka perekonomian rakyat pun akan carut marut.

Peperangan antara ekonomi kapitalisme ini tidak akan selesai kendati Indonesia merdeka. Peperangan ekonomi ini berlangsung sepanjang masa. Dalam Gerpolek (1948), Tan Malaka kembali mempertegas seruannya ini. Dalam perang ekonomi, bagi Tan, koperasi adalah senjata, yang fungsinya disamakan dengan karabin, semacam senapan laras pendek, dan granat di tangan sang gerilya.
Karena itu, Tan meminta agar segenap kaum murba menginisiasi dan menyelenggarakan koperasi di segenap wilayah Indonesia, baik di kota, desa maupun rimba dan gunung.

Tan Malaka tidak menisbatkan himbauan berkoperasi kepada satu-dua kalangan –buruh, petani atau pedagang. Tan Malaka tidak melihat basis anggota koperasi sebagai sesuatu yang perlu dikotak-kotakan. Penjenisan koperasi dalam benaknya bukanlah berbasis homogenitas anggota koperasi, atau keluasan wilayah kerja, melainkan fungsi dalam sistem industri.

Karena itu, Tan Malaka tidak menggembor-gemborkan koperasi buruh, nelayan, atau petani, juga koperasi primer dan sekunder. Tan merekomendasikan 5 jenis koperasi, yaitu koperasi produksi, koperasi distribusi, koperasi pengangkutan, koperasi kredit/keuangan dan koperasi pasar. Koperasi di mata Tan Malaka adalah menghimpun kaum murba yang pemilik sumberdaya ekonomi dalam satu mata rantai industri. Semua kaum murba diharapkan terlibat di dalamnya.

Bagi Tan Malaka, maksud koperasi bukan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besaranya, melainkan untuk mensejahterakan anggota. Tan mengharamkan koperasi yang menangguk untung besar tetapi tidak memberikan manfaat bagi anggotanya. Koperasi yang justru sibuk dengan dirinya sendiri. Jadi kalau kemudian kita mendengar kasus koperasi Langit Biru, Koperasi Cipaganti atau koperasi ala rentenir, yakinlah kalau itu adalah koperasi jadi-jadian.

Pembagian keuntungan koperasi pun tidak selayak dividen saham perusahaan. Tan malah mengharapkan keuntungan tersebut, selain dikembalikan sebagai SHU anggota, juga digunakan untuk memperkuat organisasi koperasi itu sendiri, untuk kepentingan sosial, dan kepentingan perang-gerilya. Kedua, koperasi merupakan medan latihan yang tepat dan praktis bagi kaum murba. Apa yang dilatih?  Pengalangan persatuan dan semangat tolong menolong dan gotong royong. Tidak seperti badan usaha lainnya, koperasi menjunjung tinggi hakikat seorang manusia yang tidak bisa digantikan dengan modal besar sekalipun. Prinsip kesetaraan ini terpancar dalam system one man one vote, dan kita tahu dengan kesetaraan maka persatuan perjuangan untuk mencapai cita-cita akan lebih mudah dilakukan.

Koperasi juga merupakan wahana untuk menggembleng calon pemimpin bangsa. Bagi Tan, perjuangan bukan hanya di di lapangan keprajuritan, tetapi juga di lapangan politik dan ekonomi. Bagi Tan, seorang pemimpin bangsa harus memiliki pengetahuan ketiganya. Dan pengetahuan ekonomi bisa didapatkan dengan berkoperasi.

Tetapi berkoperasi bukan hanya untuk pengetahuan, lebih jauh dari itu Tan Malaka menekankan koperasi sebagai pembentuk karakter pemimpin bangsa – yaitu empati sosial, budaya amanah, gotongroyong dan kekeluargaan. Karakter-karakter inilah yang digembleng dalam berkoperasi. Pembentukan karakter-karakter luhur ini memang bukan omong kosong. Banyak aktivitas dan interaksi dalam berkoperasi yang kian memperkuat keluhuran jiwa anggota. Koperasi menjadi media bagi kaum murba untuk menjalin hubungan jiwa yang serapat-rapatnya dengan masyarkat disekitarnya. Tan Malaka menulis

“Ringkasnya tak ada cabang penghidupan yang luput dari matanya dan terlepas dari pada perhatiannya Sang Gerilya. Disamping itu; SEGALA HUTANG DIBAYARNYA DAN SEGALA JANJI DITEPATINYA.”

Demikian kira-kira ringkasan gagasan Tan Malaka tentang koperasi, yang sayangnya tidak sempat dirinya implementasikan karena sudah terlanjur tewas di tangan serdadu dari negara yang berpuluh-puluh tahun ia perjuangkan

0 komentar:

Posting Komentar