Bagi saya, bulan April
ini nyata benar bulan perempuan. Ratusan perempuan datang ke pondok saya di
pinggiran Kota Hujan. Bukan secara fisik. Mereka hadir dalam tutur papan ketik
para lelaki. Nyatanya perbedaan kelamin tidak lantas membuat ketiga lelaki ini
tergagap-gagap.
Yang perdana mengetuk
pintu adalah “Kartini : Kisah Yang Tersembunyi.” Membaca novel Mas Aguk
Irawan MN membuat saya kian insyaf akan pergolakan batin dan cinta seorang
Kartini.
Betapa cemerlangnya
pikiran Soekarno ketika menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional, kemudian diubah menjadi Pahlawan Nasional di era Soeharto. Karena
Kartini bukan sekadar pejuang emansipasi perempuan.
Surat-surat Kartini
berkisah lebih luas lagi. Perihal sosial bahkan politik – otonomi, persamaan
hukum dan pendidikan semesta sebagai jalan keluar membebaskan penderitaan
pribumi. Kini saya semakin paham dari mana gagasan-gagasan Kartini yang melampaui
zamannya itu mengakar.
Bersenjatakan pena dan
kertas, Kartini mengembuskan badai di Eropa. Surat-surat Kartini dibukukan oleh
Mr. J.H. Abendanon, ketika itu menjabat Menteri Kebudayaan, Agama, dan
Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht -
Dari Kegelapan Menuju Cahaya diterbitkan pada 1911, selepas Kartini
wafat.
Jasad boleh terkubur,
tetapi gagasan justru membuncah. Van Deventer, tokoh politik etis, terinspirasi
oleh buku itu. Ia kemudian menggagas pendirian Sekolah Kartini. Mula-mula di
Semarang pada 1912, kemudian menyebar ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun,
Cirebon dan daerah lainnya.
Pena dan kertas itu
pula yang meluluhkan Gubermen Hindia Belanda untuk mengalihkan beasiswa
belajarnya ke Nederland kepada H. Agus Salim –pemuda miskin cerdas yang tidak
dikenalnya secara fisik dan berasal dari Minangkabau yang tidak memiliki jejak
sejarah dalam keseharian Kartini.
Belakangan sahabat
H.O.S Cokroaminoto itu menapik rekomendasi Kartini. Alasannya demi menggugat
diskriminasi Gubermen Hindia Belanda yang menganakemaskan keluarga bangsawan.
Namun, nurani siapa yang bisa menyangkal ketulusan belas kasih Kartini?
Tuhan kami adalah nurani, neraka dan surga kami adalah nurani. Ketika kejahatan dilakukan, nurani kamilah yang menghukum kami. Ketika kebajikan dilakukan, nurani kami pulalah yang mengganjar kami --Kartini
Lewat novel ini, Mas
Aguk Irawan MN juga bertutur tentang seorang perempuan yang dituduh antek-antek
Yahudi, tetapi menginspirasi penerjemahan perdana Alquran di Nusantara oleh
Kiai Soleh Darat. Kisah rentetan pemberontakan yang berpadu dengan
semangat belajar meluap-luap seorang Kartini, yang justru dihantam “malang”
akibat status kebangsawanannya. Mengapa perempuan Jawa berpola pikir Eropa
malah rela dipoligami? Mengapa penjara pingitan justru membuat Kartini kian
digdaya?
Tamu berikutnya, di
bawah kepemimpinan Dahlia, adalah rombongan perempuan yang berasal dari dusun
Lubuk Beringin, salah satu kampung di pinggir Taman Nasional Kerinci Seblat
(TNKS).
Mereka
berlompat-lompatan ke dalam ruang imaji kekaguman saya lewat halaman demi
halaman “Namaku Dahlia”. Bang Syafrizaldi mengoyak-moyak stigma kaum perempuan
di desa-desa nun jauh di pinggir hutan, di kaki gunung - budaya patriarki, polos,
sederhana, dan lugu. Stigma perempuan Melayu kampung dibinasakan dengan cara
yang paling santun – belajar sembari beraktivitas. Ketika perempuan-perempuan
dusun pergi ke kota untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga, atau menjadi
TKW, mereka justru memilih bertahan dan membangun harapan. Dahlia
meyakinkan tidak harus ke kota untuk menjadi “jutawan”.
Dan Dahlia benar.
Dari “yasinan” berkala, mereka berkreasi membentuk kelompok arisan yang
kemudian berkembang menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Bersama-sama mereka membendung aliran modal keluar desa, yang lantas digunakan untuk
kepentingan bersama.
Tanpa perlu mendengar
ceramah berlarat-larat perihal konsep gender equality atau capital flight,
lambat laun mereka menemukan jawaban atas keadilan akses dan kontrol terhadap
sumber daya.
Perempuan dusun Lubuk
Beringin berhasil membuktikan bahwa desa bukan sekadar lapangan kehampaan
sehingga harus berangkat ke kota. Mereka menjadi bukti bahwa membangun
Indonesia dari pinggiran bukan khayalan.
Rombongan perempuan
ketiga yang menyinggahi saya adalah para 66 gadis selatan. Lewat novel
“Pinangan Dari Selatan”, Bang Indra J. Piliang mewariskan dendam berabad-abad
kepada 66 gadis keturunan kelima Yang Mulia Dombu.
Dendam Iklima, puteri
Adam yang melemparkan tubuhnya untuk memadamkan birahi Qabil –saudara tua yang
mencabut nyawa Habil, lelaki yang dicintainya. Di bawah komando Cecillia,
mereka mendapat darma untuk memulihkan keseimbangan semesta dengan cara
membunuh 666 lelaki keparat dalam jangka 66 purnama.
Gadis-gadis yang
benderang dalam kehidupan malam. Berkeliaran dalam embusan asap
rokok, alkohol, ekstasi, judi dan seks bebas. Hilir mudik di tengah impitan
beragam intrik kekuasaan, kekayaan haram dan perjuangan agama dengan panji-panji
gemerincing uang. Tiada hidung aparat yang mampu mengendus operasi mereka.
Satu-satunya penanda
adalah bunga sedap malam, itu pun setelah setiap kobar nyawa dipadamkan.
Pertarungan di dunia Lingga-Yoni ini direkam dalam kesaksian Tentra -
mahasiswa Universitas Depok yang kemudian meniti karir sebagai analis di
perusahaan minyak.
Demikian perkenalan
singkat saya dengan perempuan-perempuan luar biasa ini. Para Kartini dengan
corak mereka masing-masing. Selubung misteri mereka membuat otak saya terus
mencandu penasaran.
SELAMAT DATANG DI DEWAGALAU.COM AGEN JUDI ONLINE TERPERCAYA SE ASIA
BalasHapusKami memberikan promo bonus berupa BONUS CHIP sebesar Rp. 10.000,-
kepada setiap member yang melakukan deposit dengan minimal Rp. 100.000,
Bonus Chip Rp.10.000, dapat di claim setiap harinya sebanyak 1x perhari
Contact Us :
- Website : DEWAGALAU.COM
- Phone : +855964629343
- BBM : 2C302A2B
- YM : dewagalau_cs
- Live Chat Customer Service Profesional 24/7 (Nonstop)
AYO TUNGGU APA LAGI , AYO SEGERA BERGABUNG DAN DAFTARKAN DIRI ANDA BERSAMA KAMI DI DEWAGALAU.COM, JANGAN SAMPAI KESEMPATAN MENANG ANDA TERLEWATKAN